-->

Manajemen Telur dan Naupli Udang Windu (Penaeus monodon)

Manajemen Produksi Nauplius Udang Windu
a.Persiapan wadah penetasan
Periapan hatching tank dan holding tank dilakukan sebelum digunakan. Proses persiapan meliputi, penyiraman, pencuican dan pembilasan.  Wadah yang telah dibersihkan dan diisi air, selanjutnya akan diberi aeraasi yang berfungsi untuk menyuplai DO dan menghindari stratifikasi antara air permukaan dengan dasar.  Menurut Said dan Wahjono (1999), bahwa aerasi selain menyuplai DO juga berfungsi untuk mengoksidasi besi dan mangan yang terdapat dalam air.
b.Penanganan telur
Telur yang telah terbuahi didalam bak penetasan akan diberi aerasi hingga menetas.  Selain pemberian aerasi juga diberi perlakuan dengan pengadukan menggunakan alat pengaduk.  Fungsi alat pengaduk agar telur tidak mengendap di dasar dan cepat menetas.  Menurut Istifarini (2013), bahwa telur udang yang berkualitas yaitu melayang dipermukaan dan berwarna putih, sedangkan telur dengan kualitas jelek berada didasar dan berwarna kekuningan.

c.Pemanenan nauplius
Pemanenan naupli dilakukan sekitar pukul 19.00 WIB.  Pemanenan dilakukan dengan cara menyurutkan air bak dan menampug naupli di pintu outlet jaring dengan size tertentu.  Naupli yang dipanen akan diberikan oksigen murni untuk mensuplai kadar oksigen dalam wadah panen.  Menurut Yuliati (2009) menyatakan bahwa, cara untuk memilih naupli yang bagus dapat dilakukan dengan diaduk atau diputar tanpa aerasi sehingga telur yang tidak terbuahi beserta cangkang akan mengendap ke dasar, dan sebaliknya naupli yang bagus akan timbul dipermukaan.  Lestari (2009), bahwa naupli yang bagus akan berada dipermukaan akibat merespon cahaya, hal tersebut dikarenakan naupli bersifat fototaksis positif. Naupli yang dipanen dimasukkan ke dalam plastik dan diberi oksigen.  Setiap plastik dimasukkan kedalam kardus dan diangkut.

Manajemen kualitas air
a.Persiapan air
Kegiatan selanjutnya setelah adalah persiapan air laut sebagai media budidaya. Air laut yang digunakan dalam kegiatan produksi hatchery udang windu di CV. Sari Benur Barat di desa Sluke, kabupaten Rembang, adalah air laut yang telah difilter secara fisik dan kimia.  Air laut pertama kali difilter secara fisik dengan melalui tower filter yang berisi pasir silika dan arang aktif.  Menurut Suhartana (2006), bahwa tempurung kelapa yang dimanfaatkan untuk arang aktif dapat mengadsorbsi gas dan uap.
Filter fisik yang lain dengan menggunakan pressure filter yang berfungsi untuk memberi tekanan saat filterisasi. Hal tersebut diperkuat oleh pendapat Said dan Wahjono (1999), bahwa penyaringan dengan filter yang berisi kerikil, pasir silika, mangan zeolit dan karbon aktif dapat menurunkan kandungan zat besi dan mangan. Secara fisik pressure filter terdiri dari dua lapisan, lapisan pertama yang berada dibawah yaitu pasir dan lapisan kedua yaitu arang batok kelapa. Filter secara kimia melalui wadah treatment dengan perlakuan yaitu, pemberian kaporit, penetralan dengan thio sulfat.  Fungsi pemberian kaporit yaitu untuk menjernihkan air dan sebagai desinfektan.  Kaporit yang telah ditebar secara merata harus dinetralkan, karena kaporit bersifat desinfeksi.  Penetralan kaporit menggunakan larutan thio sulfat, dan untuk mengecek dapat menggunakan ototes chlorine.  Cara mengecek yaitu teteskan dua tetes ototes chlorine pada air laut yang telah diberi kaporit dan thio sulfat, kemudian digojog hingga berwarna orange yang menandakan sudah netral.  Berdasarkan hal tersebut air laut yang telah difilter secara kimia harus dinetralkan terlebih dahulu sebelum digunakan, karena air yang masih tercampur dengan bahan kimia akan membahayakan udang windu (Penaeus monodon).b.Penyifonan
Manajemen kualitas merupakan upaya untuk mengatur kualitas air agar sesuai peruntukannya bagi induk udang windu.  Manajemen kualitas air yang dilakukan berupa penyifonan atau pembersihan kotoran dan sisa pakan.  Penyifonan sangat penting berkaitan dengan frekuensi pakan yang diberikan sebanyak empat kali dalam 24 jam menimbulkan akumulasi bahan organik berupa feses, sisa moulting dan sisa pakan yang tidak termakan.
Sisa pakan maupun feses yang terakumulasi dalam media pemeliharaan akan menurunkan kualitas air, akibatnya kadar amonia akan tinggi dan mengancam kematian dari induk udang windu.  Menurut Sihaloho (2009) menyatakan bahwa, nitrogen yang tercampur didalam organik menjadikan nitrogen organik.  Nitrogen dapat berubah menjadi amonia yang akan dihasilkan dari pembusukan secara bakterial zat-zat organik secara anaerobik.  Kadar amonia yang tinggi dalam air akan menurunkan kualitas air. Hal tersebut diperkuat oleh Tarsim et al. (2007) menyatakan bahwa, untuk menajaga kondisi kualitas air agar tetap baik, adalah dengan membersihkan kotoran yang ada didasar bak dengan cara disifon.

c.Pergantian air
Pergantian air dilakukan sebanyak 90-100% dalam sehari.  Pergantian air dapat dilakukan dengan prinsip flow trogh, yaitu mengihidupkan dan mematikan suplai air masuk serta keluar. Menurut Fuady et al. (2013), bahwa menjaga stabilitas kualitas air bertujuan untuk mendukung pertumbuhan dan meminimalisir kematian udang.
d.Pengecekan variabel kualitas air
Manajemen kualitas air tidak terlepas dari pengukuran variabel kualitas air. Selama pelaksanaan PKL dilakuakan pengamatan kualitas air pada bak pemeliharaan induk dan bak penetasan.  Variabel yang diamati meliputi suhu, salinitas, pH dan DO. Berdasarkan hasil PKL variabel suhu, salinitas, pH dan DO masih berada pada nilai yang optimal.  Shabrina (2015), bahwa kualitas air pemeliharaan induk udang windu dengan nilai suhu berkisar 29 - 30 oC, salinitas 30 – 31 ppt, pH 7,5 – 7,7, oksigen terlarut 5,1 – 7,7  mg/l.
LihatTutupKomentar