-->

Cara Menyusun Proposal Penilitian


1.1.          Latar Belakang
Usaha budidaya ikan konsumsi saat ini sudah berkembang dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan teknik budidaya ikan yang telah banyak dikuasai. Ikan gurame (Osphronemus gouramy) termasuk ikan yang diunggulkan dalam budidaya perikanan karena memiliki nilai jual yang lebih tinggi dibandingkan dengan ikan air tawar lainnya. Data statistik Kementerian Kelautan dan Perikanan menunjukkan bahwa produksi ikan gurame pada tahun 2013 mencapai 86.773 ton naik sebesar 29.884 ton dari tahun 2010 mencapai 56.889 ton (Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2013).
Permintaan ikan gurame semakin meningkat namun budidaya ikan gurame belum diusahakan secara optimal. Permasalahan yang muncul adalah tingginya biaya produksi. Biaya produksi yang presentasenya cukup tinggi yaitu biaya pakan. Menurut Virnanto et al. (2016), bahwa pakan merupakan sumber materi dan energi untuk menunjang pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan. Pengadaan pakan dalam usaha budidaya ikan gurame sangatlah penting untuk menunjang kelangsungan hidup dan pertumbuhan ikan, sehingga pakan yang diberikan harus memenuhi kebutuhan ikan. Menurut Pomeroy et al. (2006), bahwa pakan merupakan biaya terbesar kedua dan menyumbang 65% dari total biaya produksi sehingga perlu adanya alternative bahan pakan yang dapat menekan biaya pakan.
Tanaman Azolla sp. merupakan contoh tanaman yang dapat digunakan sebagai bahan pakan mengingat ketersediaan dan perkembangannya sangat baik, memiliki kandungan nutrisi seperti protein nabati dan tidak bersaing dengan kebutuhan manusia. Salah satu tempat penyebarannya yaitu di daerah Rawa Pening Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. Akibat penyebarannya yang relative luas dan cepat, maka tanaman air ini dikategorikan sebagai salah satu tanaman air pengganggu atau gulma dan menjadi masalah yang sangat serius. Upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi jumlah populasi azola yaitu dengan cara memanfaatkan sebagai bahan pakan ternak atau pakan ikan. Menurut Sari et al. (2013), bahwa azolla yang digunakan sebagai suplementasi bahan pakan kaya akan nutrisi, salah satunya yaitu protein sekitar 25-35%.
Kelemahan tepung azolla sebagai bahan baku pakan antara lain memiliki zat anti nutrisi berupa Neutral Detergent Fiber (NDF), Acid Detergent Fiber (ADF) dan tanin serta kandungan serat kasar cukup tinggi yaitu sebesar 23,06 % (Handajani, 2006). Serat kasar pada azolla dapat dikurangi dengan proses fermentasi. Menurut Noferdiman (2012), bahwa untuk menurunkan kandungan serat kasar pada azolla salah satu caranya yaitu dengan memanfaatkan aktifitas mikroba melalui proses fermentasi. Upaya untuk meningkatkan nilai nutrisi tepung azolla dapat dilakukan dengan melakukan fermentasi menggunakan kapang Rhizopus sp.. Menurut Warasto (2013), bahwa peningkatan protein pada tepung gulma air yang difermentasi disebabkan oleh adanya penambahan dan perkembangan bakteri fotosintetik, bakteri asam laktat, ragi, dan jamur.
Penelitian dilakukan untuk mengetahui apakah tepung azolla dapat mengurangi penggunaan tepung kedelai pada pakan serta meningkatkan pertumbuhan ikan gurame sehingga dapat menekan biaya produksi. Tepung  azolla dalam bidang perikanan dapat digunakan sebagai sumber protein nabati yang dibutuhkan ikan untuk pertumbuhan. Output yang diinginkan dari penelitian ini adalah suatu formulasi bahan untuk pembuatan pakan yang tepat untuk pertumbuhan ikan. Setelah diperoleh hasil output yang diinginkan, maka dapat dilakukan suatu rekomendasi mengenai pemberian tepung azolla dengan konsentrasi yang tepat untuk dapat diaplikasikan pada pembuatan pakan ikan gurame.

1.2.          Perumusan Masalah
Keberhasilan budidaya ikan ditentukan oleh beberapa faktor salah satunya yaitu ketersediaan bahan pakan yang berkualitas baik. Banyaknya pakan yang beredar dengan kandungan protein yang rendah disebabkan karena mahalnya bahan baku pakan. Sebagian besar biaya operasional tertinggi budidaya ikan secara intensif adalah biaya pakan yakni lebih dari 60% dari total biaya produksi, sehingga perlu adanya alternatif bahan pakan yang dapat menekan biaya pakan. Azolla merupakan tumbuhan air yang bernilai ekonomis rendah. Pertumbuhan azolla sangat cepat dan tersedia banyak di daerah persawahan, rawa, danau, kolam, atau genangan air. Tumbuhan azolla yang digunakan sebagai suplementasi bahan pakan kaya akan nutrisi dan selain tinggi protein yaitu sekitar 25-35 %, juga kaya asam amino esensial, vitamin (vitamin A, vitamin B12 dan beta karoten) juga mineral (Ca, P, Fe, dan Mg), sehingga berpotensi digunakan sebagai bahan pakan ikan.
Berdasarkan hal tersebut maka dapat dirumuskan beberapa masalah yaitu sebagai berikut:
1.     Apakah tepung azolla fermentasi pada pakan dapat meningkatkan pertumbuhan ikan gurame (Osphronomus gourami)
2.     Berapakah konsentrasi tepung kedelai dan tepung azolla fermentasi (100:0%, 95:5%, 90:10%, 85:15%) yang memberikan hasil optimal pada pertumbuhan ikan gurame (Osphronomus gourami)

1.3.          Skema Kerangka Berfikir

1.4.          Tujuan Penelitian
            Tujuan dari penelitian ini yaitu sebagai berikut:
1.     Mengetahui pengaruh tepung azolla fermentasi pada pakan dapat meningkatkan pertumbuhan ikan gurame (Osphronomus gourami); dan
2.     Mengetahui kombinasi konsentrasi tepung kedelai dan tepung azolla fermentasi yang memberikan hasil optimal pada pertumbuhan ikan gurame (Osphronomus gourami)

1.5.          Waktu dan Tempat
Penelitian akan dilakukan di Balai Budidaya Ikan Mijen. Percobaan dilaksanakan selama dua bulan yaitu dari bulan januari sampai februari 2017.
II.      TINJAUAN PUSTAKA
2.1.      Klasifikasi dan Morfologi Ikan Gurame
Adapun klasifikasi ikan gurame (Osphronemus gouramy) menurut Romero (2002) adalah sebagai berikut :
Filum              : Chordata
Kelas               : Actinopterygii
Super-ordo      : Perciformes
Ordo                Labyrinthic
Sub-ordo         : Belontiidae
Famili             : Osphronemidae
Genus              Osphronemus
Spesies            Osphronemus gourami
            Menurut Sitanggang dan Sarwono (2007), bahwa ikan gurame merupakan ikan air tawar yang mempunyai bentuk badan khas, dimana bentuk tubuhnya agak panjang, pipih, dan lebar. Badan tertutupi oleh sisik yang kuat dengan tepi yang kasar. Ukuran mulut ikan gurame kecil dan letaknya miring tidak tepat di bawah ujung moncong. Bibir bawah terlihat sedikit lebih maju dibandingkan dengan  bibir atas dan dapat disembulkan. Gurame memiliki lima buah sirip, yaitu sirip punggung, sirip dada, sirip perut, sirip dubur dan sirip ekor. Sirip punggung tidak begitu panjang, atau pendek dan berada hampir di bagian belakang tubuh. Sirip dada kecil berada di belakang tutup insang. Sirip perut yang juga kecil berada dibawah sirip dada. Sirip ekor berada dibelakang tubuh dengan bentuk bulat. Sedangkan sirip dubur panjang, mulai dari belakang sirip perut hingga pangkal bawah sirip ekor (Kotellat et al., 2005).
            Menurut Romero (2002), bahwa ikan gurame termasuk golongan ikan labyrinthici, yaitu ikan yang memiliki alat pernafasan tambahan yaitu berupa selaput tambahan berbentuk tonjolan pada tepi atas lapisan insang pertama yang biasa disebut labirin. Labirin merupakan alat pernafasan tambahan pada ikan yang berupa lipatan-lipatan epithelium pernafasan yang berfungsi untuk mengambil oksigen secara langsung dari udara. Hal ini didukung oleh Susanto (2002), bahwa labirin merupakan turunan dari lembar insang pertama yang mulai terbentuk pada umur 18–24 hari, sehingga gurami dapat bertahan hidup pada perairan yang kurang oksigen karena mampu mengambil oksigen dari udara bebas. Labirin memiliki struktur pembuluh darah kapiler yang memungkinkan ikan gurami (Osphronemus gouramy Lac.) mengambil zat asam dari udara yang berada di ruangan labirin.

2.2.      Pencernaan Ikan Gurame
Struktur alat pencernaan berbeda-beda pada berbagai jenis ikan, bergantung pada tinggi rendahnya tingkat organisasi sel hewan tersebut serta jenis makanannya. Pada ikan golongan karnivora memiliki panjang usus lebih pendek dari pada panjang tubuhnya karena daging yang dimakan merupakan asupan protein tinggi sehingga mudah diserap oleh tubuh ikan, omnivora memiliki panjang usus yang hanya sedikit lebih panjang dari panjang total badannya karena makanan yang dimakan ikan golongan ini bergantung pada ketersedian makanan yang tersedia sehingga kinerja pencernaannya berbeda-beda sesuai dengan makanan yang didapat, sedangkan herbivora panjang usus yang dimiliki yaitu 5 kali lebih panjang dari panjang total badannya karena makanannya yang berserat dan lebih lama dicerna tubuh (Fitriliani, 2011).
Menurut Aslamsyah (2008), bahwa ikan gurame merupakan ikan yang mengalami perubahan kebiasaan makan, dimana pada fase bulan pertama bersifat ikan karnivora yaitu pemakan detritus, difase remaja kebiasaan makannya berubah menjadi omnivora (pemakan detritus dan dedaunan) dan memasuki fase dewasa ikan gurame menjadi ikan herbivora (pemakan dedaunan hijau) dengan perubahan kebiasaan makan ini menjadikan pertumbuhannya menjadi lambat. Hal ini didukung oleh Said (2006), bahwa ikan gurami umur 10 hari dengan ukuran 0,5 cm memanfaatkan kuning telur sebagai cadangan makanan dan pakan alami berupa hewan renik, diumur 1,5 bulan dengan panjang 1,5 cm dapat diberi pakan rayap, benih umur 3,5 bulan dengan panjang 2-3 cm sudah mampu memakan tumbuh-tumbuhan halus seperti paku air dan benih gurami umur 3,5 -12 bulan mampu memakan tumbuhan dan binatang.

2.3.      Habitat dan Penyebaran Ikan Gurame
Habitat asli gurami (Osphronemus gouramy Lac.) adalah perairan tawar yang tenang dan tergenang seperti rawa dan sungai dengan kadar oksigen yang cukup dan mutu air yang baik. Apabila dibudidayakan di daerah dataran rendah dengan ketinggian 50–600 m dari permukaan laut ikan gurami akan berkembang dengan baik. Ikan gurami juga akan menunjukkan pertumbuhan optimal apabila dikembangkan di dataran dengan ketinggian 50-400 m dari permukaan laut dengan suhu 24-28oC (Agri, 2011).
2.4.      Kebutuhan Nutrisi Ikan Gurami
Menurut Zonneveld et al (1991), kebutuhan energi ikan harus dapat dipenuhi dengan memberikan pakan berupa protein, lemak dan karbohidrat sebagai pembawa energi. Kebutuhan energi ikan dipengaruhi oleh spesies, pertumbuhan, ukuran, umur, aktivitas fisiologi, suhu dan tipe diet. Ikan stadium benih pada umumnya membutuhkan protein lebih besar daripada ikan dewasa, hal ini disebabkan ikan stadium benih masih membutuhkan energi protein untuk pertumbuhannya. Ikan stadium benih membutuhkan 5-10% protein lebih tinggi daripada yang dibutuhkan oleh ikan dewasa.
Protein merupakan suatu nutrisi yang terkandung di dalam pakan yang dibutuhkan untuk pemeliharaan tubuh, pembentukan jaringan, penggantian jaringan-jaringan tubuh yang rusak, serta penambahan protein tubuh dalam proses pertumbuhan (Suhenda et al., 2005).
Jika kebutuhan ikan akan protein tidak mencukupi maka pertumbuhan akan berhenti dan terjadi penurunan bobot tubuh karena protein pada jaringan tubuh akan dipecah kembali untuk mempertahankan fungsi jaringan tubuh yang lebih penting (NRC, 1993). Kebutuhan protein untuk benih ikan gurame ukuran 4-6 cm yaitu 32% (SNI 01-6485.2-2000).
Disamping kadar protein, faktor lain yang juga perlu diperhatikan dalam pakan ikan adalah adanya keseimbangan yang tepat antara energi dan protein pakan. Kebutuhan ikan akan energi diharapkan sebagian besar dipenuhi oleh nutrien non-protein seperti lemak dan karbohidrat. Apabila energi yang berasal dari sumber nonprotein cukup tersedia maka sebagian besar protein akan dimanfaatkan untuk tumbuh, namun apabila energi dari nonprotein tidak terpenuhi maka protein akan digunakan sebagai sumber energi, sehingga fungsi protein sebagai pembangun tubuh akan berkurang (Adelina et al., 2000).

2.5.      Pertumbuhan Ikan Gurame
Pertumbuhan dapat dirumuskan sebagai pertambahan ukuran panjang atau berat dalam suatu waktu, sedangkan pertumbuhan bagi populasi sebagai pertambahan jumlah. parameter yang digunakan untuk mengukur pertumbuhan adalah berat ikan, laju pertumbuhan berat relatif, panjang total ikan, laju pertumbuhan panjang relatif, dan laju pertumbuhan harian (Dani et al., 2005).
Menurut Haetami et al. (2005), pertumbuhan ikan dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal yaitu : bobot tubuh, sex, umur, kesuburan, kesehatan, pergerakan, aklimasi, aktivitas biomassa, dan konsumsi oksigen. Sedangkan faktor eksternal terdiri dari faktor abiotik dan faktor biotik. Faktor abiotik terdiri dari tekanan, suhu, salinitas, kandungan oksigen air, buangan metabolit (CO2, NH3), pH, cahaya, musim. Faktor nutrisi termasuk factor biotik yang meliputi ketersediaan pakan, komposisi pakan, kecernaan pakan, dan kompetisi pengambilan pakan. Diantara faktor-faktor tersebut, nutrisi merupakan faktor pengontrol, dan ukuran ikan mempengaruhi potensi tumbuh suatu individu.
Pertumbuhan yang baik sangat berkaitan dengan efisiensi pakan. Efisiensi pakan merupakan penambahan berat basah ikan per unit berat kering pakan. Efisiensi pakan digunakan untuk mengetahui seberapa besar kenaikan berat basah tubuh ikan dengan pakan yang dikonsumsi sebanyak satu gram. Efisiensi pakan dapat diketahui dengan melihat nilai rasio efisiensi pakan (Purwanti, 2007).

2.7.          Pakan Ikan Gurami (Osphronemus gouramy Lac.)
Dalam kegiatan budidaya ikan, pakan merupakan salah satu komponen yang memegang peranan yang sangat penting. Produksi pakan yang melambung tinggi disebabkan karena harga pakan yang mahal terutama komponen utama dalam pakan ikan masih diimpor. Di Indonesia potensi bahan baku pakan cukup memadai, namun daerah penyebarannya terpencar-pencar dan pengelolaannya tidak efisien, sehingga menyebabkan harga jual menjadi tinggi dengan kualitas yang rendah. Pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan budidaya serta tingkat efesiensi pakan yang cukup rendah juga disebabkan seringnya penggunaan pakan yang memiliki kualitas rendah dan penerapan manajemen budidaya yang tidak mengikuti kaidah yang standar (Palinggi dan Usman, 2005).
Faktor pembatas produksi dalam suatu kegiatan budidaya terutama budidaya ikan secara intensif, setelah faktor kunci yang lain terpenuhi adalah pakan. Pakan merupakan penentu pertumbuhan, apabila pakan yang diberikan tidak memenuhi syarat maka dapat menyebabkan malnutrisi, laju pertumbuhan akan menurun, dan berkurangnya bobot badan ikan (Haryati, 2005).
Selanjutnya Palinggi dan Usman (2005), menyatakan bahwa ikan membutuhkan pakan mula-mula untuk kelangsungan hidupnya dan selebihnya untuk pertumbuhan. Pakan yang berkualitas akan mempengaruhi pertumbuhan ikan menjadi lebih baik. Pakan yang berkualitas yaitu pakan yang mengandung semua nutrien yang dibutuhkan oleh ikan untuk bertumbuh. Pakan yang berkualitas tersebut dapat diperoleh dari hasil ramuan yang baik dari bahan-bahan berkualitas. Pakan ikan gurami berdasarkan ukuran diuraikan sebagai berikut.
1.     Pakan larva gurami hingga mencapai ukuran kuku
Larva gurami yang baru berumur 10 hari tidak perlu diberi pakan karena pakannya sudah tersedia pada kuning telur dalam tubuhnya. Setelah 10 hari larva sudah mulai diberi pakan berupa fitoplankton seperti Rotifera, Infusoria, Chlorella, dan zooplankton seperti Daphnia, Cladochera, Artemia sampai berumur 40 hari. Pada usia ini larva mencapai ukuran kuku (1-2 cm).
2.     Pakan gurami ukuran kuku hingga mencapai ukuran silet
Pakan ikan gurami yang berukuran kuku sampai jempol dapat berupa cacing sutra, pelet dengan kandungan protein 38-40 %. Pakan gurami yang berumuran 100 hari, ukuran silet diberi pakan butiran pelet ukuran 1 mm dengan kandungan protein 32-40 %.
3.     Pakan gurami ukuran silet hingga mencapai ukuran bungkus rokok
Pakan gurami ukuran silet berupa pelet (1-2 mm) dengan kandungan protein 32-40 %, dan talas muda, daun keladi muda, daun pepaya muda, tanaman air sebagai pakan tambahan. Ikan gurami dapat mencapai ukuran bungkus rokok (3-4 jari) setelah usia 6 bulan atau sekitar 190 hari.
4.     Pakan gurami ukuran bungkus rokok hingga mencapai ukuran konsumsi
Pakan yang diberikan berupa pelet (2 mm) dengan kadar protein 27 %, pakan alami berupa Azolla, daun talas, singkong, dan daun pepaya.
5.     Pakan induk gurami
Pakan utama berupa daun-daunan, seperti daun talas. Kecambah atau rebusan jagung pipil juga dapat diberikan 1-2 kali seminggu.
Kebutuhan pakan buatan dapat berupa pellet yaitu sekitar 3% dari berat ikan dan pakan buatan berupa daun-daunan kebutuhan pakan perhari sebanyak 5-10% dari berat ikan. Untuk penggunaan pakan secara kombinasi diberikan pelet sebanyak 1,5% per hari dari berat ikan dan hijauan sebanyak 5% per hari dari berat ikan (Risky et al., 2011). Pemberian pakan secara teratur dalam jumlah yang tepat dapat menghasilkan pertumbuhan ikan gurami yang optimal. Konversi pakan untuk pemeliharaan dalam kolam adalah 1,5-2%, artinya untuk menghasilkan 1 kg daging ikan memerlukan pakan sebanyak 1,5 kg sampai dengan 2 kg. Untuk memberikan pakan yang tepat sesuai kebutuhan dilakukan sampling berat ikan. Persentase kadar abu, protein, lemak, serat kasar, dan nitrogen bebas yang diberikan berdasarkan ukuran tubuh ikan gurami (Osphronemus gouramy Lac.) dapat dilihat pada Tabel 1. Syarat mutu pakan ikan gurami yang baik, mencakup 12% kadar air untuk pertumbuhan 3–5 cm. Kadar abu yang diberikan pada setiap ikan gurami juga memiliki persentase yang berbeda-beda.

2.8.          Fermentasi
Fermentasi berasal dari bahasa latin fervere yang berarti merebus (to boil) atau cairan bergelembung atau mendidih. Fermentasi merupakan suatu proses terjadinya perubahan kimia pada suatu substrat organik melalui aktivitas enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme (Endah et al., 2007; Suprihatin, 2010). Fermentasi merupakan suatu proses reaksi dimana senyawa komplek diubah menjadi senyawa yang lebih sederhana (Miskiyah et al., 2006).
Kualitas fermentasi tergantung pada jenis mikroba, lama fermentasi, dan medium padat yang digunakan (Azizah et al., 2012). Lama fermentasi mempengaruhi kandungan bahan yang difermentasi (Amin et al., 2015). Proses fermentasi banyak dilakukan pada limbah organik. Sampah organik berasal dari makhluk hidup, baik manusia, hewan, maupun tumbuhan. Sampah organik terdiri dari sampah organik basah dan kering tergantung dari kandungan airnya (Sinaga, 2009).
 III.         MATERI DAN METODE

3.1.          Materi
Alat yang digunakan yaitu akuarium sebanyak 12 buah, aerator lengkap, WQC untuk mengukur suhu air dan kandungan oksigen terlarut, baskom, saringan tepung, alat pengaduk, alat pencetak pellet, dan blender. Seser untuk sampling ikan. Alat penyiphon, timbangan untuk menimbang pakan dan ikan. Pemanas (heater) untuk menstabilkan suhu air. Kertas pH untuk mengukur pH air.
Bahan yang digunakan yaitu benih ikan gurami ukuran 5-7 cm sebanyak 120 ekor, tepung daun Azolla pinnata, tepung ikan, tepung kedelai, tepung jagung, tepung terigu, dedak halus, minyak ikan, minyak jagung, vitamin, mineral, CMC (Carboxymethyl Cellulose), air.
Menurut Virnanto et al. (2016), ikan uji yang digunakan yaitu benih gurami dengan bobot 3-5 g/ekor, padat tebar 1 ekor/liter dan volume wadah 30 liter. Pemberian pakan pada ikan uji secara at libitum. Pemberian pakan dilakukan sebanyak 2 kali sehari yaitu pada pagi dan sore hari (07.00 dan 17.00 WIB). Menurut Suprayudi dan Setiawati (2003), selama masa percobaan, setiap hari dilakukan penyifonan dan pergantian air sebanyak 50% dari volume akuarium untuk membuang kotoran ikan. Setiap 10 hari dilakukan sampling bobot tubuh, dan pada saat sampling akuarium dibersihkan dan air diganti total (100% dari volume akuarium).


3.2.          Metode
Penelitian ini dilakukan dengan metode eksperimental dan rancangan percobaan yang digunakan yaitu Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakukan dan 3 kali ulangan sehingga diperlukan 15 unit percobaan. Perlakuan yang digunakan yaitu perbedaan persentase penambahan tepung Azolla pinnata dalam formulasi pakan. Adapun perlakuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
A = tepung kedelai (100 %), tepung Azolla pinnata (0%)
B = tepung kedelai (90 %), tepung Azolla pinnata (5%)
C = tepung kedelai (80 %), tepung Azolla pinnata (10%)
D = tepung kedelai (70 %), tepung Azolla pinnata (15%)

3.3.          Prosedur Percobaan
a.     Pembuatan tepung Azolla pinnata
Tanaman Azolla pinnata yang diperoleh dari rawa di daerah Semarang. Azola dicuci hingga bersih kemudian ditiriskan dan dikeringkan. Tahap selanjutnya adalah penepungan, daun Azolla pinnata yang sudah kering diblander kemudian diayak hingga mendapatkan tekstur yang lembut. Tepung Azolla pinnata selanjutnya diuji proksimat untuk menentukan formulasi pakan.
b.     Fermentasi tepung azola
Tepung azola yang sudah jadi kemudian dilakukan fermentasi selama dua hari. Tepung azola terlebih dahulu dikukus kemudian ditambah air sebanyak 30% dan dikukus selama 30 menit. Selanjutnya inokulum Rhizopus spditambahkan sebanyak 5% dari total bahan (Utomo et al., 2011). Hasil fermentasi kemudian dikeringkan dalam oven 60 °C selama dua jam, lalu dibuat tepung kembali dan dianalisis proksimat.
c.      Pembuatan pakan
Pembuatan pakan uji diawali dengan pencampuran bahan pakan mulai dari jumlah yang terkecil sampai yang terbanyak hingga homogen dan ditambahkan air hangat sebanyak 35-40% dari total bahan. Penambahan air dilakukan sambil bahan diaduk merata sehingga bisa dibuat gumpalan-gumpalan. Setelah itu, pelet dicetak, dijemur (menggunakan oven) hingga kering. Pelet yang telah kering dianalisis proksimat.
Menurut Warasto et al. (2013), proses pembuatan pakan ikan dalam bentuk pellet diawali dengan penimbangan bahan baku sesuai formulasi pakan yang telah ditentukan. Bahan baku pakan dipisahkan antara bahan yang bersifat kering seperti vitamin mix, dedak, tepung ikan, tepung terigu, tepung Azolla pinnata, dan tepung kedelai dengan bahan yang bersifat cair seperti minyak ikan dan air hangat. Pembuatan pakan dimulai dengan mencampurkan minyak ikan dengan bahan yang jumlahnya paling sedikit ke bahan yang jumlahnya semakin besar ke dalam baskom secara merata, kemudian ditambahkan air hangat secukupnya dan diaduk hingga membentuk padatan. Selanjutnya dicetak dengan alat pencetak pelet. Pelet hasil cetakan dijemur sampai kering dan dipotong-potong menjadi crumble. Pelet yang telah jadi selanjutnya diuji proksimat.
d.     Persiapan wadah dan media
Akuarium di cuci hingga bersih dan dikeringkan. Akuarium disusun berdasarkan rancangan yang telah ditentukkan dan diisi air sebanyak 30 L kemudian pemasangan aerator pada setiap akuarium. Menurut Virnanto et al. (2016), akuarium yang digunakan untuk penelitian dilengkapi dengan heater supaya suhu air tetap terjaga selama penelitian. Media dalam penelitian tersebut menggunakan air tawar yang berasal dari mata air. Air tersebut diendapkan terlebih dahulu selama 24 jam sebelum digunakan.
e.     Aklimatisasi
Benih ikan gurami diaklimatisasi di akuarium dan diberi pakan perlakuan hingga ikan terbiasa dan mau memakan pakan perlakuan.
f.      Tahap pengujian
Ikan uji yang akan terlebih dahulu dipuasakan selama kurang lebih 1 hari. Tujuan dari pemuasaan adalah untuk menghilangkan pengaruh sisa pakan dalam tubuh benih ikan gurami. Langkah selanjutnya yaitu dilakukan pengukuran bobot dan panjang ikan, kemudian dimasukan ke wadah pemeliharaan. Benih ikan gurami dipelihara selama 60 hari. Menurut Warasto et al. (2013), ikan yang telah diaklimatisasi kemudian dipuasakan selama 24 jam dan ditimbang untuk mentukan bobot awal ikan uji. Pemberian pakan selama pemeliharaan dilakukan sebanyak tiga kali sehari yaitu pada pukul 08.00, 12.00, dan 17.00 WIB secara ad satiation.

3.4.          Variable yang Diukur
a.     Pertumbuhan Mutlak
ΔW = Wt – Wo
Keterangan :   ΔW      = Pertumbuhan mutlak (gram)
Wt       = Berat akhir (gram)
Wo      = Berat awal (gram)
b.     Laju Pertumbuhan Harian (SGR)
SGR= 
Keterangan :   SGR    = Laju pertumbuhan harian
Wt       = Berat akhir ikan (g)
Wo      = Berat awal ikan
t1         = Waktu awal (hr)
t2         = Waktu akhir (hr)
c.      Efisiensi Pemanfaatan Pakan (EPP)
Keterangan :   EPP     = Efisiensi pemanfaatan pakan (%)
Wt       = Bobot total hewan uji pada akhir penelitian (g)
                        Wo      = Bobot total hewan uji pada awal penelitian (g)
                         F         = Jumlah pakan yang dikonsumsi selama penelitian (g)
d.     Rasio konversi pakan (FCR)
Keterangan :   FCR = Rasio konversi pakan                                  
Wt = Bobot total hewan uji pada akhir penelitian (g)
Wo = Bobot total hewan uji pada awal penelitian (g)
F    = JumLah pakan yang dikonsumsi selama penelitian (g)
d    =  Bobot ikan mati (g)

e.     Kelulushidupan (SR)
SR =    Nt x 100 %
No
Keterangan :   SR       = Survival Rate / Kelangsungan hidup (%)
Nt        = Jumlah Ikan pada akhir pemeliharaan (ekor)
No       = Jumlah Ikan pada awal pemeliharaan (ekor)
f.      Kualitas air
Pengukuran Parameter kualitas air dilakukan untuk mengetahui kondisi air. Parameter kualitas air yang diukur selama penelitian adalah parameter fisika yaitu suhu (0C) dan parameter kimia meliputi oksigen terlarut (DO) (mg/l) dan pH. Menurut Virnanto et al. (2016), parameter kualitas air yang diukur selama penelitian meliputi syhu air, oksigen terlarut (DO) dan pH. Pengecean DO dan pH dilakukan setiap 7 hari sekali, sedangkan pengecekan suhu dilakukan setiap hari.
Menurut Mamora (2009), dalam penelitian disebutkan bahwa untuk mengetahui kualitas air selama pemeliharaan maka dilakukan pengukuran fisika dan kimia air pada awal, pertengahan, dan akhir pemeliharaan. Parameter suhu, oksigen terlarut (DO), dan pH dilakukan dengan menggunakan alat DO meter.

3.5.          Analisis Data
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari 4 perlakuan pada setiap tahap penelitian. Setiap perlakuan diulang tiga kali. Data dianalisis dengan menggunakan analisis ragam dan dilanjutkan dengan uji Tukey (Steel & Torrie, 1984; Suprayudi dan Setiawati 2003). Menurut Dani et al. (2005), data hasil penelitian dianalisis menggunakan analisis varians (anava) yang kemudian dilanjutkan dengan Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf signifikansi 5%.
LihatTutupKomentar